Jambilive.id – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyarankan agar pejabat negara menggunakan angkutan umum (angkot) untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan kedekatan dengan rakyat.
Namun, saran tersebut mendapat respons tegas dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Menurut Bahlil, pengalaman pribadinya sebagai sopir angkutan kota (angkot) membuatnya tidak perlu diajari cara menggunakan transportasi umum.
“Yang menyampaikan ide itu siapa? Tolong kasih tahu kepada pengamat itu, kalau Menteri, saya Bahlil, jangan ajari saya naik angkutan umum karena saya kondektur angkot 3 tahun di terminal, jadi sopir angkot 2 tahun waktu sekolah SMA. Kuliah juga bawa angkot,” ujarnya.
Bahlil melanjutkan bahwa dia sudah memiliki pemahaman yang mendalam tentang angkutan umum, sehingga menurutnya tidak perlu ada yang mengajarkan lagi soal cara menggunakan angkot.
“Jadi nanti gue jelasin bagaimana cara naik angkot yang benar. Bagi saya, jangan diajarin dengan itu. Karena memang itu ilmu saya,” tegasnya.
Walaupun demikian, Bahlil mengungkapkan tidak masalah jika diminta untuk memberikan penjelasan terkait pemahaman penggunaan kendaraan umum, namun ia menambahkan,
“Nggak ada masalah. Tapi nggak perlu untuk diumumin begitu lah. Nanti kalau memang butuh upgrading, pejabat untuk bagaimana teknik naik angkot, nanti ajak saya saja yang jadi pembicara.”
Sebelumnya, MTI mengemukakan pendapat bahwa pejabat negara seharusnya lebih sering menggunakan angkutan umum, terutama untuk mengurangi kemacetan dan mencegah timbulnya kecemburuan sosial.
“Dalam keseharian dengan hiruk-pikuk kemacetan di Kota Jakarta, sebaiknya pengawalan dibatasi untuk Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan pejabat negara yang lain tidak perlu dikawal seperti halnya Presiden dan Wakil Presiden. Angkutan umum di Jakarta sudah memberikan pelayanan yang cakupannya setara dengan kota-kota di dunia, yakni 89,5 persen wilayah Jakarta.” ujar Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno,
Djoko juga mengusulkan agar pejabat negara setidaknya sekali seminggu menggunakan angkutan umum.
“Semestinya, pejabat negara membiasakan menggunakan angkutan umum, minimal sekali seminggu. Dengan bercampur dengan masyarakat umum, akan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Saran MTI ini, meskipun mendapat respons berbeda dari Bahlil Lahadalia, mencerminkan pentingnya kesadaran akan kondisi transportasi publik di Jakarta serta upaya untuk mengurangi ketimpangan sosial di kalangan pejabat dan masyarakat umum.