NASIONAL – Komisi II DPR RI dalam waktu akan memanggil Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Mantan kapolri dipanggil untuk memberikan klarifikasi terkait penundaan pelantikan kepala daerah.
Anggota Komisi II Mohammad Toha mengatakan bahwa perubahan jadwal pelantikan ini melanggar aturan karena tidak melibatkan Komisi II DPR RI dalam proses penentuan jadwal tersebut.
“Komisi II tidak dilibatkan dalam pemunduran jadwal ini, padahal segala hal yang berkaitan dengan pemilu seharusnya melibatkan DPR dan mitra kerja,” kata Toha dalam keterangan persnya pada Senin (03/02/2025).
Politisi asal Jawa Tengah ini menegaskan bahwa perubahan jadwal pelantikan tersebut bertentangan dengan kesepakatan yang telah tercapai dalam rapat sebelumnya antara Komisi II, pemerintah, dan penyelenggara pemilu.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 22 Februari 2025, Komisi II bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP sepakat bahwa pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 yang tidak ada sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilaksanakan pada 6 Februari 2025 di Ibu Kota Negara oleh Presiden.
Namun, Toha mengakui bahwa kesimpulan tersebut mengabaikan Putusan MK No. 27/PUU-XXII/2024, yang mengatur pelantikan kepala daerah dilakukan setelah MK menyelesaikan perselisihan hasil pilkada untuk perkara yang tidak dapat diterima dan ditolak.
“Kecuali untuk daerah-daerah yang dalam sengketa di MK dan diputuskan untuk melakukan pemilihan ulang atau pemungutan suara ulang,” jelasnya.
Sebelum RDPU berlangsung, Fraksi PKB sebenarnya telah meminta agar rapat tersebut mematuhi Putusan MK, meskipun Putusan MK terkait pemilu atau pilkada termasuk dalam kategori open legal policy, yang memberi keleluasaan bagi DPR untuk melakukan penyesuaian asalkan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Lebih lanjut, kesimpulan RDPU juga berusaha mengesampingkan Perpres Nomor 80 Tahun 2024 yang mengatur pelantikan gubernur dan wakil gubernur hasil Pilkada Serentak 2024 dilaksanakan secara serentak pada 7 Februari 2025, sementara pelantikan bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota dijadwalkan pada 10 Februari 2025.
Pelantikan kepala daerah ini diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, di antaranya Pasal 163 (1) yang menyatakan bahwa “Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik Presiden di Ibu Kota Negara” dan Pasal 164 (1) yang mengatur bahwa “Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik secara serentak oleh Gubernur di Ibu Kota Provinsi masing-masing.” Sedangkan Pasal 164B menyebutkan bahwa Presiden dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak.
Toha mengusulkan agar pelantikan gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan secara serentak oleh Presiden di Ibu Kota Negara, dengan alasan efisiensi anggaran dan efektivitas kinerja pusat dan daerah. Namun, setelah RDPU memutuskan pelantikan dilakukan secara bertahap mulai 6 Februari untuk kepala daerah yang tidak bersengketa di MK, Fraksi PKB menyetujui keputusan tersebut.
Namun, Kemendagri kemudian mengusulkan penundaan jadwal pelantikan menjadi 18-20 Februari tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komisi II. “Ini jelas melanggar aturan. Kami akan memanggil Mendagri untuk menjelaskan alasan di balik perubahan jadwal ini,” tegas Toha.
Selain itu, Toha juga menambahkan bahwa MK diperkirakan akan membacakan putusan dismissal untuk 310 sengketa Pilkada Serentak 2024 pada 4-5 Februari 2025. Dia menyarankan agar pelantikan daerah yang harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU) atau pilkada ulang dilakukan dalam tahap kedua. “Kami juga mengusulkan agar pilkada serentak tahap kedua ini digabungkan dengan pelantikan serentak tahap pertama pada Pilkada 2029, untuk menjaga keserentakan Pilkada Nasional,” tambah Toha.
Dengan demikian, Toha berharap usulan tersebut dapat menghindari kerancuan dalam pelaksanaan pilkada serentak yang telah dirancang dalam lima gelombang (2015, 2017, 2018, 2020, dan 2024). “Hal ini penting agar keserentakan pelaksanaan pilkada tidak terganggu,” pungkasnya.